Article Detail
MENGANTAR ANAK SEKOLAH
“Ayah,...kapan ayah bisa antar aku ke sekolah?”, tanya putriku yang besar tiba-tiba seraya mendekatiku pada suatu sore ketika bersama-sama nonton tv.
“Besok kalau kamu masuk pagi, ayah antar kamu sekolah ya”, jawabku sambil menatap matanya yang penuh harap.
Saat ini putriku sekolah di tk nol kecil. Pengaturan waktu sekolahnya ada shift pagi dan shift siang. Ketika di playgroup putriku mendapat masuk shift siang selama 3 hari dalam satu minggu selama setahun. Setelah masuk tk kecil, putriku sekolah setiap hari dari senin sampai jumat, sabtu tidak sekolah. Waktu masuk sekolah diatur bergantian shift pagi dan shift siang setiap 3 bulan. Tiga bulan pertama masuk shift siang, pukul 10.00 wib, berikutnya masuk shift pagi, pukul 07.00.
“Ayah, ... besok ayah antar aku ke sekolah ya?”, tanya putriku setelah sekian lama tidak pernah menanyakan hal itu. Waktu itu hari rabu menjelang akhir bulan september.
“Kamu sudah dapat surat dari bu guru belum? Kalau kamu sudah dapat surat dari bu guru terus diberitahu kalau besok masuk sekolah pagi, baru ayah antar kamu sekolah”, jawabku menjelaskan.
Satu minggu berselang, sepulang dari kantor, ketika sedang duduk melepas kaos kaki, putriku muncul dari dapur, katanya :
“Ayah, tadi aku dapat surat dari bu guru, kata ibu besok aku sudah masuk pagi” lalu sibuk mencari surat di dalam tas yang biasa dibawa ke sekolah. Selembar kertas dikeluarkan dari dalam tas dan disodorkan kepadaku, “ini suratnya yah”.
Informasi dari sekolah memberitahukan bahwa mulai hari senin, anak-anak yang semula masuk shift siang berganti masuk shift pagi. Putriku termasuk yang mulai masuk shift pagi.
“Iya ni kak, besok senin ayah antar kamu sekolah, sudah masuk pagi. Kakak mulai belajar bangun pagi ya, kita berangkat pukul 06.00, biar tidak terlambat, jalannya rame” kataku pada anakku yang menunggu komentar.
“iyeee, yes, yes, .... adik, adik, kakak besok diantar ayah sekolahnya” teriak anakku sambil berlari kembali ke dapur mencari adiknya sama ibunya. Putriku tampak senang ketika sekolah akan diantar ayahnya. Keinginannya bisa diantar sekolah oleh ayahnya bisa terwujud.
~~~~~~~~~~~~~~~~
Di jaman yang serbacepat ini, tuntutan pekerjaan seolah mengalir sedemikian deras. Tuntutan untuk datang tepat waktu dan pulang tepat waktu dari tempat bekerja seolah mengasingkan manusia dari hal-hal kecil yang bermakna besar. Tuntutan itu sudah menjauhkan manusia untuk berinteraksi dengan anak secara sehat dari pagi sampai malam. Bahkan saking sibuknya ada istilah orangtua weekend. Orangtua yang hanya merasakan perannya di akhir pekan. Itupun terkadang karena capeknya bekerja dari senin sampai jumat (atau sabtu), tak jarang orangtua yang mengabaikan anak-anak bahkan di hari sabtu dan minggu, atau menjadikan anak-anak sebagai sasaran kemarahan.
Mengalihkan pengasuhan dengan membayar orang lain adalah solusi instan yang banyak dipilih para orangtua sibuk. Hasil pengasuhannya belum tentu sesuai harapan kita sebagai orangtua, bahkan tidak jarang justru hasilnya tidak baik untuk anak-anak. Orangtua terasing dari anak-anaknya, sementara anak-anak butuh perhatian orangtuanya. Fakta dan berita menunjukkan banyak anak yang melakukan bunuh diri, salah pergaulan atau terjerembab dalam lubang obat-obatan terlarang berawal dari kurangnya perhatian di rumah atau orangtua terhadap anak-anaknya.
Mengantar anak sekolah di saat ini adalah pengalaman langka. Kerinduan anak-anak terhadap orangtua untuk bisa mengantarkan mereka ke sekolah menjadi sesuatu yang tidak mudah terrealisasi. Kesibukan orangtua seolah menyita waktu untuk memperhatikan anak-anak. Orangtua sebaiknya menggunakan moment mengantar ke sekolah sebagai awal membangun kedekatan yang baik dengan anak-anak. Mengantar ke sekolah sebagai tindakan sederhana, tetapi bermakna bagi anak-anak. Angkat topi untuk orangtua yang memiliki keberanian untuk tidak terjebak dalam rutinitas pekerjaan dan menyempatkan diri bisa mengantar anak ke sekolah.
Melihat pentingnya proses mengantar atau menjemput anak, saya bersyukur masih diberi kesempatan mengantar anak di pagi hari ke sekolahnya. Saya merasakan kedekatan ketika berjalan bersama anak. Melihat bagaimana keceriaannya saat bercerita tentang guru dan teman-temannya di sekolah merupakan suatu hal yang menyenangkan. Ini juga harusnya menjadi perhatian banyak orangtua untuk selalu meluangkan waktunya untuk anak-anak sesibuk apapun pekerjaannya. Mengantar anak ke sekolah menjadi momentum kesempatan untuk membangun hubungan baik antara keluarga dan sekolah dan melatih orang tua untuk meluangkan sedikit waktu demi kepentingan pendidikan anaknya.
Orang tua tidak lagi menganggap bahwa sekolah adalah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas proses terbentuknya karakter dan perilaku anak. Orang tua harus semakin menyadari bahwa anak di sekolah hanya 7-8 jam sehari selebihnya anak lebih banyak berada di rumah dan masyarakat. Orang tua dan sekolah harus bekerja sama untuk membangun tujuan yang jelas terhadap pendidikan anak. Masing-masing pihak memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan anak. Kesuksesan dan kegagalan pendidikan anak tidak dapat ditimpakan sepenuhnya kepada sekolah.
Orang tua dan masyarakat juga ikut bertanggung jawab. Orang tua dan sekolah harus dapat berkolaborasi mendidik anak mengikuti program pembelajaran di sekolah. Orang tua itu tidak hanya memikirkan biaya pendidikan anaknya tetapi juga membantu sekolah untuk mendidik anaknya. Sekolah bukanlah tempat penitipan anak untuk belajar di sekolah. (dirangkum berbagai sumber-prn_okt2016).
-
there are no comments yet